My Life, my work

Wednesday, August 08, 2007



Sudah lama saya tidak menulis jejak perjalanan. Saya sedang mengambil jeda untuk diam sebentar, bernafas, menengok ke belakang, lalu mulai berjalan lagi...

Thursday, March 01, 2007

Hari ini harus punya ikan

Saat mata bertumpu pada toples kaca kosong di atas bupet, tiba tiba muncul bayangkan ikan melintas di balik beningnya kaca. Hari ini aku harus punya ikan !!! Kupacu sepeda ke pasar di dekat rumah dan berhenti tepat di depan deretan kotak-kotak kaca, yang berjajar dari ujung kiri sampai ujung kanan. Ikan berbagai bentuk dan warna meliuk liukan badannnya, gelembung udara menyembur di sela sela tariannya.
Ikan neon adalah ikan favoritku. Bentuknya kecil sebesar penghapus di ujung pensil, biru gelap dengan secoret orange terang di bagian punggungnya, kalau terkena sinar, orange itu terlihat lebih terang seperti lampu yang sedang berpijar, bagus sekali. Ikan neon ini termasuk mahal, dulu aja per satuannya Rp. 1000, padahal kalau mau bagus harus beli banyak supaya kelihatan Jreng. Uang saku dan transport yang dulu 300 perhari tidak pernah sempat untuk membelinya.
Sambil menggenggam erat dompet yang lumayan tebal, terpesona pada puluhan neon neon yang menari nari di depan mata, aku merasa hanya membutuhkan ikan yang bisa tahan hidup dalam toples kecil tanpa pompa air. Aku tidak berharap untuk mendapatkan ikan dengan spesifikasi tertentu yang aku idamkan semenjak aku kecil. Neon yang lucu itu nggak akan kuat hidup tanpa pompa air.
Sampai rumah kubersihkan toples berbentuk segi enam itu, kuisi air hingga mencapai setengahnya, satu persatu ikan meluncur ke tempatnya yang baru. Kupatahkan daun jenis keladi dari taman dan kumasukkan ke dalam toples. Kuletakkan kesemuanya ini ke dalam bupet lagi. Dari situ aku melihat 2 blackmoly sedang berenang renang diantara akar daun keladi. Aku memandangnya cukup lama sampai rasa kantuk datang menjemput. Dalam tidur ada perasaaan lebih nyaman, ada yang lain bernapas selain diriku di rumah ini.

Wednesday, November 22, 2006

Duh Jerawat...obatnya susah amat

Akhir-akhir ini saya sering sekali jerawatan, sepertinya saya sekarang sedang mengalami fase jerawat dimana mana , padahal umur saya itu DUA DELAPAN, masa ABG akil balik itu udah lewat lamaaaa sekali.

Saya sudah berusaha meninggalkan baik yang mitos mupun yang bukan tentang jerawat. Merokok ? jarang. Makanan pedas dan berminyak ? menu saya sekarang ini tempe dan sayur. Jarang olahraga ? saya naik sepeda 5 km tiap harinya. Perawatan wajah ? eits jangan salah, saya rajin cuci muka dan facial. Saya sudah mencoba beberapa dokter kulit, tapi mereka saya tinggalkan karena ternyata nggak ngaruh, saya toh tetap jerawatan. Kalau sudah begini saya pasrah saja untuk facial meski sakit. Biasanya setelah satu jam penuh meringis dan air mata, muka saya mendingan meski dua minggu berikutnya musim jerawat bersemi kembali.

Waktu saya berbaring, saya menanyakan hal iseng (yang saya sudah tahu kira-kira jawabannya), “ Mbak jerawat itu karena apa ya, saya cape deh , perasaan saya sudah nggak umurnya jerawatan". Mbak yang meladeni saya awalnya diam , lalu bertanya. “Umur berapa sih Mbak?”, sambil membalurkan cairan putih ke muka saya dan memijatnya. “ 28 “, jawab saya dengan mulut yang susah terbuka. “ Ah masa sih, saya kira masih kuliahan” (ini bener lho dia yang bilang, dan ini bukan pertama kali orang bilang begitu tentang saya he he he ). Tak lama kemudian sambil memijat perlahan muka saya, dengan kalem dia bilang, “ Gampang Mbak obatnya jerawat itu, kalo udah 28 sih kawin aja”. Saya tidak tersedak karena tidak sedang minum, (ah standar banget tersedak, kayak di film film aja). Sebagai ganti tersedak saya protes, Mbak ini rese banget, itu solusi yang paling susah tauk !.

Karena kawin itu masih di awang awang buat saya, sepertinya saya harus terbiasa berjerawat. Bahkan saya bisa memprediksi berapa lama saya harus begini, dan hasilnya cuma satu, riset percintaan menyatakan kalau saya harus s a b a r …. Fiuh, menyebalkan sekali jerawat ini, kalau ada cara lain pasti saya akan cari dan usaha kemana saja. Sayang, obat itu nggak dijual, kalaupun punya resep obatnya, saya tidak tahu harus menebus di apotik mana. Anda tahu?

Monday, November 20, 2006

sesuatu indah pada waktunya
sesuatu hilang pada waktunya
kosong itu selalu ada menemani
kini sepi menyambutku kembali
Tentang kata dan air mata...


Saya suka menulis. Nulis dari yang gak penting, yang penting , sampai yang super penting . Itu dimata saya. Mungkin yang gak penting itu lucu ditawamu, menarik dimatamu, bahkan mungkin romantis dihatimu, atau malah jadi inspirasi untuk diceritakan ke pasanganmu.

Silahkan saja cerita. Monggo mawon, saya sih senang kalau tulisan, corat coret ini menjadi inspirasi, bisa bikin tenang, adem. Yang tadinya suntuk bisa tersenyum, yang tadinya bahagia bisa lebih bahagia lagi. Yang tadinya senang bisa terharu bahkan menitikkan air mata. Air mata boleh kok mampir ke pipi. Kadang mereka saling kangen satu sama lain, pipi merindukan air mata dan sebaliknya. Dan ketika mereka bertemu aliran yang terbentuk itu indah sekali, bening...sejuk... dan melegakan. Tidak ada kata cengeng ketika pipi dan airmata bertemu, yang ada hanya syahdu dan perasaan senang dapat bertemu.

Ah saya puitis , kata-katanya suka merayu rayu ...

(saya ambil dari coretan tahun 2005 )

Wednesday, November 15, 2006

Tas Saya Buanyak


Di lemari saya ada banyak tas, saya suka sekali sama tas. Mulai dari yang dikasih sama tante atau ibu saya alias lungsuran, sampai yang saya beli sendiri. Setelah saya ingat-ingat ketertarikan sama tas ini saya miliki sejak masih kecil, TK tepatnya. Saya ingat sekali saya melihat tas yang saya suka dan merasa harus punya tas itu. Bukan tas anak-anak milik teman saya yang saya idam-idamkan, tapi tas tante saya. Tas yang kelihatannya dulu besar padahal kecil yang isinya kalau sekarang cuma muat dompet dan hape,serta notes imut.

Saya lupa bagaimana proses tas itu bisa pindah ke tangan saya, tapi saya ingat menylempangkan tas itu ke pundak. Model tas itu perempuan sekali, ada tutupnya dan pengait di ujung lidahnya, bentuk keseluruhannnya seperti setengah lingkaran. Sadar karena itu tas model ibu-ibu, saya tidak pernah membawanya ke sekolah, tapi saya menikmatinya di luar jam 07.00-11.00 . Saya kadang cuma melihatnya, saya elus elus dan saya senang memakainya di depan kaca.

Seingat saya, koleksi tas saya itu aneh-aneh, ada yang temanya laut, (ada jangkarnya lho), ada yang lukisan diatas belacu, ada yang didalamnya kain bergambarkan komik hitam putih, ada yang bagian luarnya Tintin lagi in action. Tas saya yang lain kebanyakan polos model slempang dan warnanya nggak jauh dari warna favorit, coklat.

Saat ini saya sudah melewati fase tiap hari berlama-lama di depan kaca untuk memilih tas yang mana akan saya pakai. Itu buang buang waktu !. Saya memilih tas sesuai dengan kebutuhan sehari-hari, malah kadang saya tidak ganti tas selama seminggu. Lagipula saya berjanji tidak akan membeli tas lagi kecuali untuk kebutuhan traveling, yang ini saya belum punya ( dan lagi tas traveling saya sudah rusak retsletingnya, umurnya saja sudah 4 tahun). Yang saya inginkan sekarang ini merasa cukup dengan tas tas saya. Bener deh…Swear…

Tuesday, November 07, 2006

Dia dan waktu


Saya pernah baca buku yang bilang kalau bentuk cinta terbesar itu adalah memberikan waktu untuk orang lain. Kenapa? Karena waktu itu tidak tergantikan oleh apapun. Waktu berjalan lurus, konsisten, searah, tidak pernah terputus dan berbalik. Waktu memang memberikan kesempatan untuk menghela nafas, mengedipkan mata, merasakan kekosongan, tapi dia tidak pernah berhenti.

Untuk masalah hati, rasanya tidak ada patokan waktu berapa lama seseorang akan memberikan waktunya untuk orang lain. Bahkan dengan kesadaran kalau sesuatu yang tak tergantikan itu tadi, ia terus sediakan untuk seseorang yang mungkin tidak membalasnya dengan waktu. Teman saya ada yang bertahun-tahun menahan perasaannya untuk seseorang, dia baru berani bilang suka saat tahun ketiga. Waktu dalam bentuk yang lebih indah itu baru berjalan empat bulan, setelah itu hubungan selesai. Teman saya yang lain menunggu adanya mahluk kecil yang bisa bertahan di kandungannya. Tahun ini sudah menginjak tahun ketiga.

Saya juga sedang dicobai oleh waktu dalam memahami seorang manusia. Prosesnya meletihkan sekaligus menyenangkan. Naik dan turunnya itu ada kalanya membuat saya tidak tahan. Seperti saat ini ketika saya merasa di ujung waktu, saya ingin berhenti di titik yang saya anggap cukup. Tubuh saya bilang cukup. Saya ingin berhenti di sini dan lari.

Sudah cukup waktu yang saya berikan buat dia, sudah cukup lama dan sudah cukup banyak. Saya ingin berhenti di titik yang saya anggap indah, saat melihat dia tersenyum. Sehingga kalau saya menoleh ke belakang, maka yang ada hanya senyum lebar dan mata jenakanya. Hanya shot-shot cantik. Itu satu jam yang lalu.

Tapi kini saat saya melihat dia lagi, tubuh saya mulai menikmati dia kembali. Tiba-tiba saya punya energi lagi untuk menyediakan waktu buat dia, meski saya tahu resikonya, waktu saya untuk yang lain akan berkurang dan yang lebih berat lagi saya akan naik turun lagi. Tapi, teman saya yang barusan putus itu juga tetap menggunakan waktunya untuk diam-diam melihat kembali puisi yang ia ciptakan untuk mantan kekasihnya itu. Teman saya satunya tetap ceria untuk berusaha hamil.

Waktu memberikan kita kesempatan mengenang dan berjuang untuk orang-orang yang kita sayangi. Saat ini saya melihat orang yang saya sayangi sedang sibuk dengan hapenya. Hanya melihat dia saja saya sudah senang, raut mukanya kadang mikir, kadang cuek, kadang tidur. Sekarang ia sedang….(sebentar ya kasih saya waktu). Baru saja dia memberikan lima detik melalui senyumnya. Senyum itu saya simpan sebagai modal energi untuk terus menyediakan waktu untuk dia. Rasanya saya belum ingin berhenti. Saya masih punya cukup tabungan waktu untuk dia,
entah untuk berapa lama…

Thursday, November 02, 2006

Sekali .... Tetap .....


Saya itu penakut setengan mati, untuk mandi saja saya pernah minta ditunggui oleh tiga orang teman. Padahal saat itu di rumah itu sedang ada acara, jadi banyak orang. Saya kadang-kadang memang terlalu.

Herannya, saya malah jatuh cinta sama rumah kontrakan penuh simbol horor. Rumah tua dengan halaman besaaaaar. Tepat di depan rumah ada pohon kamboja yang menurut saya cantik. Apalagi kalau bunganya sedang berguguran jatuh diatas rumput hijau di halaman saya, paduan yang sering bikin saya berlama-lama di teras rumah.. Di samping rumah tumbuh pohon-pohon pisang yang menghiasi sebuah sumur timba. Kalau saya pulang malam, rumah saya temaram dan mereka eyecatching sekali. Tapi entah kenapa saya tidak terlalu takut. Saya kadang malah melihat mereka dengan sengaja. Saya nyaman-nyaman saja tidur sendiri.

Tapi ada peristiwa yang menggoda keberanian saya. Hari itu saya menemukan bendera putih di ujung jalan menuju rumah saya. Saya terkesiap, waduh siapa yang meningggal. Saya dengan penasaran berjalan ke arah rumah, dari jauh saya melihat banyak kursi plastik berjejer, sepertinya di dekat rumah. Semakin dekat semakin jelas, banyak orang berkerumun tepat di depan rumah saya. Saya kaget setengah mati ketika ada keranda kosong tepat di halaman rumah saya. “ Yang meninggal depan rumah situ, Mbak “ kata Nana tetangga saya. Saya cepat-cepat berganti baju dan melayat ke rumah yang terletak di gang depan rumah saya. Kakek yang meninggal itu sudah berumur hampir seratus tahun. Saya merasa lebih tenang setelah melayat. Saya merasa sudah ‘kenalan’ dengan yang meninggal, jadi jangan diganggu ya Eyang.

Ketika menginjak halaman rumah, saya tidak tahu harus ngomong apa karena pohon pisang di samping rumah ditebang dan sisanya dibiarkan begitu saja. Pohon pisang itu letaknya tepat di samping jendela saya. Di balik jendela yang itu juga adalah pojok membaca favorit saya. Saya menaruh sofa empuk lengkap dengan buku-buku bacaan kesayangan. Jadi hari itu saya yang "berani" absen membuka jendela dan memilih untuk ngungsi ke rumah teman beberapa hari. Ternyata sekali penakut tetap penakut…
Si Bijak

Baru kemarin Ayu, sahabat saya tiba-tiba ngomong, “Aku mau married, Conk”. Saya tidak kaget. Kalau saya jadi dia (mungkin semua orang), saya juga akan melakukan hal yang sama. Dia akhirnya merasa cukup dengan satu orang yang mau jadi teman sampai nanti entah kapan, sayang-sayangan, saling menggerutu tapi selalu menyimpan rindu dan bla bla lainnya, sesuatu yang sebenarnya selama ini saya cari. Desember nanti Ayu lamaran.

Sekarang, kakak saya yang duduk di sebelah saya bilang kalo dia mau punya anak banyak, sementara calon istrinya yang di depan saya sibuk ngemil sambil sms-an. Mereka juga akan menikah setelah sekitar 5 tahun pacaran. Saya juga nggak kaget, yang ada saya takut kehilangan…

Bayangkan tahun depan sedikitnya akan ada dua pernikahan orang-orang terdekat saya, sahabat dan kakak saya. Dua manusia yang sangat mengerti saya, yang memberi tempat bagi saya menjadi diri sendiri sekaligus menjadi “tempat sampah”. Mereka nantinya akan sibuk dengan pasangannya, dengan mahluk-mahluk mungil yang akan muncul satu persatu. Namun saya tetap sendiri…

Tapi kemudian saya berpikir, kalau sesuatu itu hilang, maka itu bisa terisi dengan yang lain, tapi bukan sesuatu yang bisa menggantikan. Saya yakin meski nanti waktu mereka tidak lagi banyak untuk saya, saya tidak akan kehilangan siapa-siapa. Ayu ada dan kakak saya tetap di sana, hanya saja dalam bentuk yang berbeda. Dan saya juga mungkin tidak sendiri lagi, celah hampa dalam gelas kosong itu akan terisi kembali, bahkan mungkin bukan cuma air putih, tapi air sirup yang manis atau es blewah yang menyegarkan. Jadi saya tidak menunggu, tapi bersahabat dengan waktu. Saya yakin, di suatu hari nanti … ( ck ck aku wise ya heheheh)